MK Berikan Pemahaman Hak Konstitusional kepada Majelis Adat Kerajaan Nusantara

Diunggah pada : tuesday , 20 Sep 2022 00:00

BOGOR, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN), di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, pada Senin (19/9) malam. Dalam kegiatan tersebut, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memberikan sambutan sebelum membuka acara tersebut.

Anwar mengungkapkan, Indonesia terdiri dari 17 ribu gugusan pulau-pulau, dengan lebih dari 700 suku dan 400 lebih bahasa daerah yang aktif. Dahulunya merupakan kesatuan-kesatuan masyarakat adat yang terpisah-pisah satu sama lain. Kesatuan-kesatuan masyarakat adat itu, telah terbentuk sejak lama sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan sebelum terbentuknya kerajaan-kerajaan sebagaimana yang telah kita kenal dalam berbagai buku pelajaran sejarah.

“Dalam kerangka internasional, guna memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap keberadaan hak masyarakat adat, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah sejak lama melakukan pembahasan-pembahasan tentang perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat. Setidaknya sejak tahun 1989, masyarakat dunia telah diperkenalkan dengan konvensi tentang Indigenous and Tribal Peoples yang diadopsi oleh International Labour Organization sebagai salah satu badan PBB. Konvensi ini merupakan tindak lanjut dari studi yang dimandatkan oleh PBB yang secara khusus, mendapatkan tugas untuk mendalami permasalahan tentang masyarakat adat,” ujar pria kelahiran Bima tersebut.

Berdasarkan studi tersebut, lanjut Anwar, ditemukan bahwa berbagai suku asli atau masyarakat adat di berbagai negara, dalam kenyataannya selalu menjadi kelompok rentan (vulnerable groups) yang kerap terpinggirkan dan terlanggar hak-haknya sebagai suku asli atau masyarakat adat setempat. Padahal dalam kenyataannya, masyarakat adat tersebut telah lebih dulu mendiami tempat tersebut sejak lama. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat yang sering terjadi. Bentuk-bentuk pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat yang sering terjadi adalah hilangnya hak atas lahan yang telah didiaminya sejak lama.

“Bentuk-bentuk pelanggaran lainnya terhadap keberadaan masyarakat adat dapat juga terjadi dalam aspek ekonomi, politik, struktur sosial dan budaya, atau bahkan terhalangnya pelaksanaan tradisi-tradisi keagamaan dan kebiasaan budaya masyarakat adat tersebut, akibat pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh negara, maupun kelompok masyarakat mayoritas yang tidak berkenan diselenggarakannya hal-hal demikian,” imbuhnya.

Perlindungan Hak MHA

Oleh karena itu, Anwar melanjutkan penegakan konstitusi khususnya perlindungan hak bagi Masyarakat Hukum Adat (MHA), merupakan konsekuensi dari dianutnya paham konstitusionalisme yang dipilih oleh pembentuk UUD 1945. Konstitusi harus ditempatkan sebagai “a living constitution”, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai dan norma konstitusi akan selalu ‘hidup’, dalam arti senantiasa berkembang dan diperkaya dengan nilai dan sistem baru, berdasarkan praktik konstitusi dan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari.

“Oleh sebab itu, konstitusi haruslah dipahami tidak hanya secara tekstual belaka, melainkan dipandang sebagai dokumen yang hidup, terus tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu, mengiringi kondisi, kebutuhan, dan nilai-nilai perubahan masyarakat,” tegas Anwar.

Mengakhiri sambutannya, Anwar menyampaikan, meski secara normatif konstitusi telah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak MHA, namun penjabarannya yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, menuntut masyarakat harus cermat mengikuti dinamika perkembangannya.

“Sehingga jangan sampai hak-hak MHA yang telah dijamin dalam konstitusi menjadi terabaikan. Untuk itu, dibutuhkan perhatian dan kerjasama kita semua untuk menjaga dan melindungi nilai-nilai konstitusi yang telah menjadi komitmen kita semua untuk mewujudkannya,” tandas Anwar.

Untuk diketahui, kegiatan yang diikuti oleh sejumlah 120 orang peserta tersebut  berlangsung selama empat hari, yakni Senin – Kamis (19 – 22/9/2022) di Pusdik Pancasila dan Konstitusi secara luring. Beberapa materi disampaikan kepada peserta, di antaranya reaktualisasi dan implementasi nilai-nilai Pancasila; eksistensi masyarakat adat dalam proses pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi; jaminan hak konstitusional warga negara dan hukum acara MK; dan lainnya. Sejumlah tokoh hadir sebagai narasumber, di antaranya Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Guru Besar FH Universitas Hassanudin Aminuddin Salle, Sekjen MK M. Guntur Hamzah, dll.(*)

Penulis: B. Panji Erawan

Editor: Lulu Anjarsari P.