MK Gelar PPHKWN bagi Aparatur dan Tokoh Masyarakat Desa Konstitusi

Diunggah pada : tuesday , 29 Nov 2022 00:00

 

BOGOR, HUMAS MKRI – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membuka kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Aparatur dan Tokoh Masyarakat Desa Konstitusi, pada Senin (28/11/2022) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor.

Anwar dalam sambutannya mengatakan pemerintahan desa maupun masyarakat adat, merupakan entitas dasar dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, bahwa negara kita yang terdiri dari tidak kurang 17 ribu gugusan pulau-pulau, dengan lebih dari 700 suku dan 400 lebih bahasa daerah yang aktif, dahulunya merupakan kesatuan-kesatuan masyarakat adat yang tinggal di pedesaan dan hidup secara terpisah-pisah satu sama lain. Kesatuan-kesatuan masyarakat adat dan desa itu, telah terbentuk sejak lama sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan sebelum terbentuknya kerajaan-kerajaan sebagaimana yang telah kita kenal dalam berbagai buku pelajaran sejarah.

Tak hanya di Indonesia, Anwar melanjutkan,  diskursus tentang keberadaan masyarakat adat atau desa, juga telah menjadi topik yang menarik perhatian berbagai negara di dunia. Pentingnya pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat yang terdapat di berbagai negara, kerap dikaitkan dengan adanya pelanggaran atas hak yang melekat padanya. Sehingga tak dapat dipungkiri, bahwa diskursus tentang masyarakat adat/pedesaan atau secara internasional sering disebut sebagai indigenous peoples/tribal peoples selalu dikaitkan dengan traditional rights atau hak-hak tradisional bagi masyarakat adat/desa itu sendiri. Hal inilah yang selalu memicu diskusi, karena pada satu sisi pengakuan masyarakat adat/desa diberikan baik secara politis maupun hukum, dan pada umumnya dijamin oleh konstitusi, namun pada sisi yang lain, keberadaan masyarakat adat/desa dalam kenyataannya terpinggirkan. Sehingga seringkali masyarakat adat/desa sulit mendapatkan hak-hak tradisionalnya.

Selain itu, Anwar juga menerangkan, penegakan konstitusi khususnya perlindungan hak bagi Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang tentunya merupakan masyarakat yang tinggal di pedesaan, menjadi tanggung jawab sekaligus konsekuensi dari dianutnya paham konstitusionalisme yang dipilih oleh pembentuk UUD 1945. Konstitusi harus ditempatkan sebagai “a living constitution”, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurutnya, nilai dan norma konstitusi akan selalu ‘hidup’, dalam arti senantiasa berkembang dan diperkaya dengan nilai dan sistem baru, berdasarkan praktek konstitusi itu sendiri, dan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, konstitusi haruslah dipahami tidak hanya secara tekstual belaka, melainkan dipandang sebagai dokumen yang hidup, terus tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu, mengiringi kondisi, kebutuhan, dan nilai-nilai perubahan masyarakat.

“Meski secara normatif konstitusi telah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap seluruh warga negara tanpa terkecuali, termasuk masyarakat yang tinggal di desa, namun penjabarannya yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, menuntut kita harus cermat mengikuti dinamika perkembangannya,”ucap Anwar.

Sehingga, Anwar meminta jangan sampai hak-hak konstitusional masayarakat desa dan adat yang telah dijamin dalam konstitusi menjadi terabaikan. Untuk itu, dibutuhkan perhatian dan kerjasama untuk menjaga dan melindungi nilai-nilai konstitusi yang telah menjadi komitmen kita semua untuk mewujudkannya.

Untuk diketahui, kegiatan yang berlangsung pada Senin – Kamis (28/11/2022 – 1/12/2022) di Pusdik Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, diikuti oleh sebanyak 35 peserta dari aparat lima Desa Konstitusi. Para aparat desa tersebut memperoleh sejumlah materi, di antaranya reaktualisasi nilai-nilai Pancasila; konstitusi dan konstitusionalisme, dan lainnya. (*)

Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.