Pegawai MK Harus Bisa Memberikan Pelayanan Prima

Diunggah pada : monday , 20 Mar 2023 00:00

BOGOR, HUMAS MKRI - Lima belas orang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi mengikuti kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara (PPHKWN), Senin, (20/3/2023), di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi (Pusdik MK), Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Kepala Bidang Program dan Penyelenggaraan Pusdik MK Nanang Subekti yang membuka kegiatan itu mengatakan, PPHKWN sebenarnya program kegiatan yang dilakukan MK untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran hak konstitusional warga negara di tengah masyarakat agar mengetahui apa itu MK serta kewenangan dan fungsinya.

Nanang menjelaskan, dalam kegiatan ini para peserta akan dikenalkan perkembangan sistem ketatanegaraan, hak-hak konstitusional dan hak asasi manusia. Terlebih lagi sebagai CPNS yang bekerja di MK, harus memahami apa hak konstitusional warga negara, bagaimana cara beracara di MK, dan bagaimana ketika ada warga yang ingin memperjuangkan haknya di MK.

MK memiliki sejumlah kewenangan yang diatur dalam konstitusi. Namun demikian, kata Nanang, ada dua yang belum pernah dilaksanakan hingga saat ini, dan semoga tidak pernah terjadi, yakni pembubaran partai politik dan pemakzulan presiden.

Nanang menambahkan, selain program PPHKWN dalam bentuk bimbingan teknis bagi kelompok masyarakat, MK juga memiliki program PPHKWN melalui program debat konstitusi dan anugerah konstitusi bagi guru-guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Hal senada juga disampaikan Kepala Sub Bidang Program dan Evaluasi Pusdik MK Ardiansyah Salim. Sebagai pegawai MK, kata Ardiansyah, harus memberikan pelayanan prima kepada semua lapisan masyarakat yang datang berperkara.

 

Perubahan Konstitusi

Pada sesi pertama kegiatan ini hadir Panitera Pengganti MK Hani Adhani yang menyampaikan materi “Konstitusi dan konstitusionalisme”. Hani mengajak para peserta untuk mengenal apa itu prinsip-prinsip dalam konstitusi dan konstitusionalisme.

Konstitusi menurut Hani, adalah segala aturan yang terkait dengan ketatanegaraan sebagai kerangka negara dan sumber dari segala ketentuan hukum. Sedangkan konstitusionalisme adalah suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi. Berikutnya Hani menjelaskan perjalanan perkembangan konstitusi, khususnya sejarah perubahan konstitusi akibat gerakan reformasi pada 1998. Menurutnya, Undang-Undang Dasar 1945 menjadi alat rezim Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaan.

Gerakan reformasi yang antara lain menuntut perubahan UUD 1945 juga membawa dampak lahirnya Mahkamah Konstitusi. Hani mengungkapkan, beberapa kesepakatan dibuat dalam perubahan UUD 1945, yakni tidak mengubah pembukaan, mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempertahankan sistem presidensial, memasukkan penjalasan UUD 1945 yang normatif ke dalam batang tubuh, serta dilakukan secara bertahap.

Lebih lanjut Hani menjelaskan dalam perubahan UUD 1945 kekuasaan tertinggi dikembalikan kepada rakyat dan dilaksanakan menurut konstitusi. Berikutnya, gagasan pembentukan MK muncul ketika dilakukan perubahan UUD 1945 tahap ketiga dengan fungsi dan kewenangan yang dimilikinya. Menurut Hani, amendemen UUD 1945 sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Bahkan Presiden Pertama RI Sukarno pernah membentuk konstituante yang memiliki tugas untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945, namun demikian tidak berjalan hingga Sukarno membubarkan konstituante.

Perubahan UUD 1945, jelas Hani, membawa perubahan terhadap sistem ketatanegaraan RI. Antara lain, tidak ada lagi lembaga tertinggi negara, serta lahirnya lembaga negara baru, Mahkamah Konstitusi, yang memiliki wewenang untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah menurut UUD 1945. Selain itu, ada kewenangan tambahan yang diberikan kepada MK, yaitu memutus perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.

Dalam sesi kedua, hadir Asisten Ahli Madya Hakim Konstitusi Bisariyadi yang menyajikan materi “Jaminan Hak Konstitusional”. Bisar mengatakan, materi ini penting bagi CPNS MK karena nantinya akan berkecimpung di peradilan konstitusi. Bisar mengibaratkan materi ini sebagai street knowledge bagi para CPNS yang nota bene berasal dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).

Berikutnya pada sesi ketiga PPHKWN bagi CPNS di lingkungan MK, hadir Panitera Pengganti Mardian Wibowo. Kali ini Mardian memaparkan materi “MK dan Landmark Decission.”

 

Penulis: Ilham WM.

Editor: Nur R.