STATISTIK PENGUNJUNG
  Hari ini
:
1
  Kemarin
:
1
  Bulan ini
:
19
  Tahun ini
:
116
  Total
:
5844823
  Alumni
:
48363
  Hits Count
:
92
  Now Online
:
1
Advokat Pelajari Pentingnya Pengujian Undang-Undang
Diunggah pada : tuesday , 12 May 2020 17:27

 

BOGOR, HUMAS MKRI – Pada hari kedua bimbingan teknis Hukum Acara Pengujian Undang-Undang bagi Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) pada Rabu (11/3/2020), sejumlah narasumber hadir menyampaikan materi terkait Konstitusi, MK, sistem penyelenggaraan pemerintahan hingga  hukum acara MK.

Terkait materi mengenai hukum acara MK, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebutkan pengujian undang-undang sebagai kewenangan utama MK. Hal tersebut karena jika dilihat dari Pemohon yang dapat mengajukan permohonan dapat dilakukan langsung oleh seluruh warga negara.

“Sementara kewenangan lain, semisal sengketa kewenangan lembaga negara, hanya dapat dimohonkan oleh lembaga negara yang bersengketa. Begitupula dengan perselisihan hasil pemilihan umum, yakni peserta pemilu saja. Namun pengujian undang-undang dapat diajukan oleh seluruh warga negara,” papar Suhartoyo di Aula Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.

Dalam kesempatan tersebut, Suhartoyo menjelaskan putusan MK bersifat final dan mengikat, maka ketika dibacakan sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Ia menegaskan putusan MK tersebut tidak terpengaruh dengan tindak lanjut terhadap putusan MK. “Putusan MK sudah setara dengan undang-undang, justru MK melengkapi undang-undang yang diujikan tersebut,” tuturnya.

Disinggung mengenai mekanisme hakim konstitusi dalam mengambil keputusan, Suhartoyo menyebut bahwa hakim konstitusi memiliki perspektif masing-masing terkait perkara. Hal ini menjadi dinamika yang terjadi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim. “Hakim konstitusi juga bisa mengelaborasi nilai-nilai yang ada di masyarakat, namun sesama hakim tidak dapat saling mempengaruhi,” ujarnya.

Terkait pertanyaan mengenai kewenangan MK membatalkan peraturan perundang-undangan (Perppu), Suhartoyo menyebut bahwa MK bisa menguji Perppu. Ia menyebut kewenangan ini dimiliki MK melalui Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009 terkait pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2009.

Dalam pertimbangan putusan tersebut, mayoritas hakim konstitusi sepakat bahwa Perppu bisa diuji oleh MK. Mahkamah mengakui Perppu adalah hak presiden untuk mengatur sesuatu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Perppu yang dikeluarkan oleh Presiden itu harus segera disikapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) apakah ditolak atau diterima. Bila ditolak, Perppu itu harus dicabut, bila diterima, maka akan berubah menjadi UU.

 

Negara Hukum yang Demokratis

Hakim Konstitusi periode 2015 – 2020 I Dewa Gede Palguna hadir menyampaikan mengenai Konstitusi dan Konstitusionalisme. Ia menyampaikan bahwa UUD 1945 merupakan konstitusi tertulis dan bersifat pragmatis karena bersifat mengarahkan negara yang akan dibentuk. Jika dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dapat diketahui bahwa Indonesia hendak membentuk negara yang berdasarkan hukum. Menurut Palguna, negara demokrasi tanpa hukum akan berbahaya. “Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis dan negara demokrasi yang berdasarkan hukum. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf 4 Pembukaan UUD 1945,” papar Palguna di hadapan 151 advokat dari PERADI.

Palguna menyebut ada ciri pertama dan utama dari negara demokratis yang berdasarkan hukum, yakni supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi yang dimaksud adalah seluruh praktik penyelenggaraan negara tidak boleh bertentangan dengan Konstitusi. Hal inilah yang mendorong lahirnya Mahkamah Konstitusi.

Dalam kesempatan tersebut, Palguna menyampaikan mengenai dua fungsi dari pengujian undang-undang yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi. Pertama, pengujian undang-undang untuk menjaga berfungsinya proses demokrasi dalam hubungan saling memengaruhi antarlembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dengan kata lain, lanjutnya, pengujian undang-undang yang dimiliki Mahkamah Konstitusi berfungsi untuk menjaga mekanisme checks and balances. Kedua, lanjutnya, pengujian undang-undang berfungsi untuk melindungi hak-hak atau kehidupan pribadi warga negara dari pelanggaran oleh cabang-cabang kekuasaan negara. “Constitutional review berfungsi untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara,” ujarnya.

 

Supremasi Konstitusi

Dalam bimtek tersebut, hadir pula Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono sebagai narasumber mengenai Sistem Penyelenggaraan Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945. Perubahan UUD 1945 tidak mudah dilakukan karena harus ada momentum. Banyak perubahan yang terjadi usai adanya Perubahan UUD 1945, salah satunya adalah supremasi parlemen menjadi supremasi Konstitusi. “Dulu MPR yang mempunyai kewenangan untuk memilih presiden, kini tidak bisa lagi,” ujar Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember tersebut.

Bayu menyebut sifat final dan mengikat yang dimiliki oleh putusan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu bentuk dari supremasi Konstitusi. Selain itu, supremasi Konstitusi juga tercermin dari Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945.

“Itu makna demokrasi yang nomokrasi. Presiden dipilih oleh rakyat, dan nomokrasi jika ada undang-undang yang dibuat oleh Presiden bertentangan dengan konstitusi, dapat dibatalkan oleh MK. Ini menunjukkan supremasi Konstitusi,” papar Bayu.

Selain itu, Bayu menegaskan adanya Mahkamah Konstitusi juga memiliki fungsi untuk menjaga terlaksananya mekanisme checks and balances. Undang-undang merupakan produk hukum dari presiden dan DPR.

“Jika ada satu warga negara yang berkeberatan dengan undang-undang, dapat mengajukan ke MK. Ada yang bertanya bagaimana bisa produk hukum hasil pembahasan 500 orang anggota DPR dibatalkan oleh satu orang warga negara? Tapi itulah mekanisme checks and balances,” papar Bayu.

 

Kegiatan bimtek pengujian undang-undang ini diadakan untuk ketiga kalinya oleh MK dengan tujuan untuk menyosialisasikan hukum acara pengujian undang-undang. Dalam acara yang berlangsung selama empat hari tersebut (10 – 13/3/2020) dihadirkan sejumlah narasumber, di antaranya hakim konstitusi dan pakar hukum tata negara. Selain itu, para advokat  mempraktikkan secara langsung menyusun permohonan pengujian undang-undang dengan didampingi oleh panitera pengganti dan peneliti MK. (Lulu Anjarsari)