STATISTIK PENGUNJUNG
  Hari ini
:
1
  Kemarin
:
1
  Bulan ini
:
32
  Tahun ini
:
95
  Total
:
5842702
  Alumni
:
48363
  Hits Count
:
144
  Now Online
:
1
Ketua MK : Praktisi dan Akademisi Hukum Pengaruhi Kecerdasan Masyarakat Hadapi Pemilu 2019
Diunggah pada : wednesday, 01 Jul 2020 10:37

 

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membuka kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019 Bagi Pewngacara dan Akademisi, Senin, (10/12) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi, Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

“Ibarat orang yang menyuguhkan makanan, pengacara adalah orang yang menyuguhkan makanan berupa permohonan kepada para Hakim Konstitusi untuk kemudian di bahas, diperiksa diputus dan diadili. Hakim Konstitusi tidak akan dapat menghasilkan keadilan yang diharapkan jika rekan-rekan pengacara tidak bekerja secara profesional.” Kata pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat itu.

Sebagai seseorang yang pernah menjadi Hakim karir di Mahkamah Agung selama 34 tahun, Anwar mengungkapkan merasakan hal yang berbeda ketika berada di Mahkamah Konstitusi. Menjadi hakim Konstitusi harus bekerja keras, terutama ketika menangani sengketa hasil pemilu. Apalagi ada 2500 dapil, dan jika masing-masing dapil mengajukan perkara maka sembilan orang Hakim Konstitusi harus menangani 2500 perkara. Menurutnya, sistem pemilu 2019 merupakan pengalaman pertama sejak republik ini berdiri, dimana pemilu dilaksanakan secara serentak adalah akibat putusan MK beberapa waktu lalu, belum lagi jika ada perselisihan calon anggota legislatif di internal partai politik.

Anwar mengatakan, Wakil Presiden juga pernah mengatakan bahwa pemilu kita merupakan pemilu yang tingkat kesulitannya luar biasa jika dibandingkan dengan Amerika Serikat. Dengan tingkat kesulitan pemilu Indonesia yang paling rumit,  menurutnnya, maka lebih tepat jika dikatakan bahwa pemilu Indonesia merupakan pemilu yang demokratis, karena setiap orang memiliki satu suara, berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan sistem perwakilan. Meski demikian, tingkat kesulitan itu mampu diramu oleh Indonesia untuk dilaksanakan, maka tak heran jika MK dari berbagai negara meminta kita MKRI menjadi narasumber untuk berbicara tentang pelaksanaan pemilu.

Anwar menilai, hal ini tidak lepas dari kerjasama yang baik dari rekan-rekan pengacara konstitusi dan pengajar perguruan tinggi dalam memberikan kesadaran kepada masyarakat di daerah dalam menghadapi pemilu. Cerdasnya masyarakat dalam menghadapi pemilu bergantung pada bapak ibu dosen dalam memberikan penjelasan. Kepada bapak ibu dosen yang hadir di sini, diharapkan dapat membagikan ilmu yang di dapat di sini, karena pahala dari ilmu tersebut tidak akan terputus meski kita sudah meninggal nanti. “Amal yang tidak terputus meski kita sudah meninggal nanti adalah shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya,” kata Anwar.

Anwar mengungkapkan, MK telah merancang sejumlah aturan terkait pelaksanaan penyelesaian sengketa hasil pemilu 2019 dengan mengundang sejumlah ahli. MK merasa perlu mengundang sejumlah ahli dalam menyusun peraturan karena keterbatasan yang dimiliki oleh MK. “Menurut firman Allah, tidak akan aku berikan ilmu kepadamu kecuali hanya sedikit, jadi siapapun kita, apapun jabatan kita, ilmu yang terbatas. Jadi apa yang saya ketahui belum tentu sebanyak ilmu yang saudara-saudara miliki.” ujarnya.

Penyelesaian sengketa hasil pemilu tidak hanya bergantung pada Hakim Konstitusi dan para pegawai MK, tapi juga bergantung pada pengacara, akademisi, juga pengadilan umum dalam menangani proses pemilu. “Jangan tergoda kepada pihak yang menawarkan dapat membantu menyelesaikan perkara di MK, hal itu pasti bohong dan jangan dipercaya,” Tegas Anwar.

 

Diikuti Oleh Pengacara dan Pengajar Perguruan Tinggi dari Berbagai Daerah

Sementara Sekertaris Jenderal MK dalam laporannya mengatakan bahwa kegiatan tersebut berdasar daftar hadir terakhir dihadiri oleh 105 peserta dari pengacara yang tergabung dalam Forum Pengacara Konstitusi dan akademisi hukum yang tergabung dalam Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI). Menurut Guntur, MK untuk ke depan akan lebih tegas dalam hal waktu, karena MK mengusung sistem peradilan cepat, mengingat pada 2019 nanti pemilu akan digelar di 2500 daerah pemilihan.

Materi yang akan disampaikan hukum acara MK, teknik serta praktik penyusunan permohonan pemohon, jawaban termohon, serta penyusunan keterangan pihak terkait. Materi lain yang akan diberikan kepada para peserta adalah penanganan perkara pemilu 2019 yang berbasis teknologi informasi, di mana para peserta nantinya akan melakukan latihan bagaimana mengajukan permohonan secara online.

Sambutan yang disampaikan Ketua Forum Pengacara Konstitusi, Andi Muhammad Asrun, mengapresiasi kerja Hakim Konstitusi serta pegawai MK dalam menangani sengketa hasil pemilu. Berdasar pengalamannya beracara di MK, Asrun melihat kerja keras dari para pegawai juga Hakim Konstitusi dalam menangani sengketa pemilu yang membuat para pegawai dan Hakim Konstitusi harus menginap di kantor agar perkara sengketa pemilu dapat segera diselesaikan.

Sementara Ade Saptomo, Ketua APPTHI, dalam sambutannya mengatakan kesempatan yang diberikan oleh MK ini sangat bermanfaat mengingat program kerja APPTHI adalah menguatkan institusi baik sebagai pengelola atau pun melaksanakan program studi, kegiatan ini untuk menguatkan dosen-dosen Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Kegiatan MK kurang menjangkau perguruan tinggi yang berada di pelosok. APPTHI menawarkan kerjasama dengan MK agar sosialisasi dapat terselenggara hingga pelosok.