STATISTIK PENGUNJUNG
  Hari ini
:
1
  Kemarin
:
2
  Bulan ini
:
27
  Tahun ini
:
124
  Total
:
5846008
  Alumni
:
48363
  Hits Count
:
184
  Now Online
:
1
MK Gelar Bimtek Hukum Acara Pengujian Undang-Undang Bagi APHTN HAN
Diunggah pada : monday , 21 Jun 2021 15:24

 

Sejumlah 420 peserta dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Adminstrasi Negara (APHTN-HAN) mengikuti Bimbingan Teknis Hukum Acara Pengujian Undang-Undang yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK). Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Ketua MK Anwar Usman dari Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor pada Selasa (15/6/2021).

Ketua MK dalam sambutan pembukaan kegiatan mengatakan perubahan UUD 1945 memuat satu materi penting yakni mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) yang tercantum dalam Bab XA. Hal ini, sambung Anwar, memberikan satu indikasi yang kuat bahwa negara secara sungguh-sungguh ingin memberikan jaminan perlindungan hak konstitusional terhadap warga negaranya. Sejalan dengan itu, dibentuknya MK sebagaimana tercantum dalam perubahan UUD 1945 ditujukan untuk mengawal terjaminnya hak konstitusional warga negara tersebut.

“Sehingga, MK pun memiliki tugas mengawal jaminan hak konstitusional warga negara tersebut agar dapat dijamin pelaksanaannya sebagaimana digariskan dalam UUD 1945,” terang Anwar dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Sekretaris Jenderal APHTN-HAN Bayu Dwi Anggono.

Lebih lanjut Anwar menyebutkan, undang-undang adalah produk politik yang dibentuk oleh dua lembaga negara, yakni legislatif dan eksekutif. Kendati undang-undang dibentuk oleh kedua lembaga tersebut, tetapi untuk menghindari tirani mayoritas maka MK menjadi suatu jalan bagi setiap warga negara dalam memproteksi diri dari pelanggaran terhadap hak konstitusional akibat adanya keberlakuan suatu undang-undang.

Anwar menegaskan, kewenangan pengujian undang-undang merupakan core business MK. Sebab, secara historis lahirnya MK tidak lain sebagai wujud dari kewenangan penyeimbang terhadap kewenangan lainnya yang dimiliki oleh lembaga eksekutif maupun legislatif. Ketika lembaga eksekutif dan legislatif memiliki kewenangan secara positif untuk membentuk undang-undang, maka MK memiliki kewenangan secara negatif untuk membatalkannya.

“Keseimbangan ini dibutuhkan dalam sistem demokrasi guna mengedepankan kedaulatan rakyat dengan kedaulatan norma yang telah menjadi konsensus bernegara,” jelas Anwar.

 

Access to Justice

Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dalam laporan kegiatan menyampaikan kegiatan Bimtek ini diagendakan selama beberapa hari ke depan yakni Selasa–Jumat (15–18/6/2021) yang diikuti secara virtual oleh 420 orang peserta dari wilayah masing-masing. Dikatakan oleh Guntur, sebagai lembaga peradilan yang dibentuk di era reformasi, MK pada 13 Agustus 2021 mendatang telah memasuki usia 18 tahun. Artinya, usia yang telah menginjak remaja dan menghadapi berbagai tantangan dalam membangun citra diri sebagai lembaga peradilan modern dan tepercaya.

Lebih jauh Guntur bertutur, selain sebagai the guardian of constitution, MK juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan pemahaman atas kesadaran berkonstitusi, termasuk pula di dalamnya hukum acara pengujian undang-undang. Melalui Pusdik MK, sambung Guntur, lembaga peradilan ini pun mengajak serta elemen masyarakat dalam berbagai kegiatan yang bernilai bagi peningkatan kesadaran hak konstitusional warga negara.

“Oleh karena itu, acara ini tidak lain dimaksudkan agar kalangan akademisi memahami berbagai kemudahan yang dilakukan MK atas publikasi PMK terutama sehubungan dengan kewenangan pengujian undang-undang sebagai upaya MK memberikan access of justice bagi sahabat strategis konstitusi,” sampai Guntur dari Gedung MK, Jakarta.

 

MK Sahabat Akademisi

Sementara itu, Sekretaris Jenderal APHTN-HAN Bayu Dwi Anggono selaku perwakilan Pengurus Pusat APHTN-HAN Masa Bakti 2021–2025 mengatakan, kegiatan Bimtek yang dilaksanakan pada kesempatan ini merupakan bentuk implementasi dari kesepakatan kerja sama yang telah dilakukan dengan MK beberapa waktu yang lalu. Disebutkan oleh Bayu, peserta pada kegiatan ini adalah para dosen dari berbagai universitas yang tersebar dari Pulau Sumatra hingga Papua. Sehingga, prinsip inklusivitas sudah terlingkupi dari kepesertaan kegiatan silaturahmi intelektual bersama MK. Dengan demikian, diharapkan kegiatan ini dapat memupuk rasa cinta kepada MK sebagai lembaga peradilan konstitusional di Indonesia. 

Bayu juga mengungkapkan bahwa dipilihnya tema Hukum Acara PUU sebagai materi bagi APHTN-HAN tidak lain karena perkembangan hukum acaranya yang dinilai berkembang pesat dan dinamis. Sehingga menjadi penting bagi para dosen untuk mengetahui dan memahaminya dalam berbagai kepentingan akademik dan penelitian.

“Untuk itu, besar harapan pengurus Pusat APHTN-HAN kepada seluruh peserta agar dapat menggunakan kesempatan belajar ini dengan baik, sungguh-sungguh, dan disiplin. Mengingat MK adalah sahabat bagi akademisi,” kata Bayu.

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: Nur R.