Ketua MK: Bawaslu Bagaikan Mata dan Telinga MK

Diunggah pada : friday , 01 Nov 2024 00:00

SURABAYA, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memberikan ceramah kunci sekaligus membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Gubernur, Bupati, Wali Kota Tahun 2024 pada Jum’at (01/11/2024). Kegiatan ini terselenggara atas bekerja sama MK dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur.

Suhartoyo mengawali sambutannya mengatakan MK menyambut baik berbagai pelaksanaan bimtek perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHPKada) untuk mempersiapkan para penyelenggara pemilu. Suhartoyo mengungkapkan, belajar dari sengketa hasil pemilihan umum (pemilu) yang lalu, permohonan yang diajukan ke MK sudah semakin baik.

“Tapi teman-teman semua harus mengetahui, permohonan-permohonan yang masuk sudah semakin bagus, sulit mencari kelemahan-kelemahan secara formal,” ujar Suhartoyo.

Dengan situasi itu, maka menjadi penting bagi penyelenggara pemilu untuk memiliki bekal yang cukup. Kemudian memiliki pemahaman serta pandangan yang sama dalam menghadapi kontestasi politik.

Dalam perspektif penanganan pilkada, kata Suhartoyo, MK juga sudah memiliki pengalaman sengketa yang tidak hanya terkait dengan hasil, tetapi juga terkait dengan proses. Bahkan ada pasangan calon terpilih yang menunggu pelantikan namun akhirnya didiskualifikasi dalam putusan MK. “Banyak pencalonan-pencalonan yang sudah diingatkan oleh bawaslu namun tetap dilaksanakan,” terang Suhartoyo.

 

Hukum Acara PHPKada

Dalam sesi penyampaian materi Hukum Acara MK, Suhartoyo menekankan bahwa pengawasan dan penanganan sengketa hasil pilkada berada di tangan Bawaslu dan KPU provinsi, kabupaten/kota. Namun demikian, tanggung jawab itu berada di bawah supervisi Bawaslu dan KPU RI. Suhartoyo menjelaskan, posisi Bawaslu dalam perselisihan hasil pilkada adalah sebagai pemberi keterangan tetap harus di bawah koordinasi Bawaslu Ri, demikian pula dengan KPU Provinsi, Kabupaten/Kota dalam menyampaikan jawaban harus melalui koordinasi dan pengawasan KPU RI.

Suhartoyo menjelaskan, meski ada ketentuan yang membatasi selisih suara untuk dapat mengajukan permohonan, namun demikian MK sejak pilkada 2017 dan 2019 dapat membawa ke putusan akhir jika Pemohon mempersoalkan proses yang memengaruhi hasil perolehan suara. Suhartoyo mengatakan, dalam perkara PHPKada Bawaslu tidak berada dalam posisi menilai syarat formil permohonan, melainkan menerangkan peristiwa yang sebenarnya sesuai dengan dalil permohonan

Selanjutnya Suhartoyo menjelaskan, yang dapat menjadi kuasa hukum para pihak tidak harus seorang advokat. Seseorang yang memahami hukum acara MK juga dapat ditunjuk sebagai kuasa hukum.

“Sehingga seharusnya sumber daya di KPU yang memahami hukum acara PHPKada dapat dimaksimalkan dalam persidangan di MK,” jelas Suhartoyo.

Suhartoyo memberikan perbandingan dengan Bawaslu provinsi/kabupaten. Ketika beracara di MK, keterangan Bawaslu dalam persidangan disampaikan oleh anggota Bawaslu masing-masing daerah.

Suhartoyo pun meminta kepada Bawaslu untuk netral dalam pelaksanaan pilkada. Sejatinya MK tidak mengetahui apa yang terjadi di lapangan sehingga Bawaslu seperti menjadi mata dan telinga bagi MK untuk mengetahui bagaimana kondisi pelaksanaan pilkada. Maka MK menekankan agar Bawaslu provinsi, kabupaten/kota selalu koordinasi dan diawasi Bawaslu RI untuk menjaga integritas.

Berikutnya Suhartoyo menghimbau kepada KPU provinsi, kabupaten/kota, untuk bisa memahami para pihak yang akan mengajukan permohonan, karena pengajuan permohonan PHPKada dilakukan tiga hari sejak ditetapkan. Jika KPU menetapkan perolehan suara pasangan calon pada malam hari maka para pencari keadilan memiliki waktu yang sempit untuk mengajukan permohonan.

“Permohonan diajukan berdasar penetapan KPU. Ini tolong diperhatikan teman-teman KPU Ya,” kata Suhartoyo.

Suhartoyo mengingatkan kepada Bawaslu dan KPU bahwa keterangan Bawaslu dan jawaban KPU hanya dapat diajukan satu kali. Dengan demikian, maka tidak ada perbaikan keterangan Bawaslu dan jawaban KPU dalam perkara PHPKada.

 

Sinergi Bawaslu dan KPU

Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam sambutannya mengatakan, meski Bawaslu dan KPU merupakan penanggung jawab pelaksanaan pilkada, namun jika ada persoalan di lapangan yang ditegur adalah para anggota Bawaslu dan komisioner KPU. Oleh karena itu, Bawaslu dan KPU meminta kepada MK untuk memberikan bimtek PHPKada kepada para anggota Bawaslu dan komisoner KPU di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota.

Bagja mengatakan, Bawaslu dan KPU Provinsi, Kabupaten/Kota merupakan penanggung jawab pertama dari pelaksanaan pilkada. Sementara Bawaslu dan KPU merupakan penanggung jawab terakhir dan pembuat kebijakan. Oleh karena itu, menurut Bagja, kegiatan ini diselenggarakan agar para penyelenggara pilkada dapat bersinergi dalam pelaksanaan dan menghadapi perselisihan hasil pilkada.

“Jangan sampai ada perdebatan antara KPU dan Bawaslu di medsos, jangan sampai ada yang saling mengenyek di medsos, hati-hati, itu menjadi jejak digital” kata Bagja.

Sementara Ketua KPU Jawa Timur Aang Kunaifi dalam sambutannya mengatakan mengaku agak traumatik dengan pelaksanaan pilkada Jawa Timur. Aang mengangkat pengalaman pilkada Jawa Timur pada 2008 dan 2014 dimana saat itu MK memutuskan untuk dilakukan pemungutan suara ulang. Namun demikian, pada pilkada 2019 tidak ada persoalan yang berarti di MK.

 

Penulis: Ilham WM.

Editor: N. Rosi.