STATISTIK PENGUNJUNG
  Hari ini
:
1
  Kemarin
:
1
  Bulan ini
:
29
  Tahun ini
:
126
  Total
:
5846315
  Alumni
:
48363
  Hits Count
:
47
  Now Online
:
1
MK Sosialisasikan Hukum Acara Penanganan PHP Kada kepada Paslon Pilkada Serentak 2018
Diunggah pada : friday , 03 Jul 2020 15:02

 

Dasar hukum penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota telah diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang (UU Pemilu) terutama Pasal 157 ayat 3. Demikian disampaikan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo sebagai pemateri pada kegiatan Bimtek Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pilkada Serentak 2018 bagi Pasangan Calon Peserta Pilkada, Rabu (14/3) pagi, di Pusdik Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.  

“Jadi dasar hukum ini adalah adanya pasal 157 ayat (3) UU 1/2015 juncto UU 10/2016 maka MK kembali memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sampai dibentuknya badan peradilan khusus,” ujar Suhartoyo di hadapan 156 peserta bimtek.

Suhartoyo juga membahas mengenai pengajuan permohonan pemohon dalam PHP Gubernur, Bupati dan Walikota berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 PMK Nomor 5/2017 yang menyebut tenggang waktu pengajuan permohonan paling lambat tiga hari kerja sejak penetapan perolehan suara hasil pemilihan. Sementara ketentuan pengajuan permohonan untuk Gubernur dan Wakil Gubernur, provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi.

Lebih lanjut, Suhartoyo menjelaskan untuk ketentuan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota.

Selain itu, Suhartoyo menerangkan bahwa pihak yang dapat menjadi Pemohon PHP Kada adalah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, pasangan calon bupati dan wakil bupati atau pasangan calon walikota dan wakil walikota. Kemudian pemantau pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU/KIP provinsi untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Kemudian, Pihak Terkait adalah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang memperoleh suara terbanyak maupun pasangan calon bupati dan wakil bupati atau pasangan calon walikota dan wakil walikota yang memperoleh suara terbanyak dalam hal diajukan oleh pemantau. Semntara KPU/KIP Provinsi, Kabupaten maupun Kota menjadi Pihak Termohon.

Dalam kesempatan itu, Suhartoyo juga mengingatkan jika nantinya berperkara di Mahkamah Konstitusi (MK) agar memperkuat permohonan dengan alat bukti dalam perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota agar para hakim konstitusi dapat memutuskan putusan PHP Kada tersebut sesuai dengan fakta yang ada. “Adanya alat bukti berupa surat atau tulisan, keterangan para pihak, keterangan saksi, keterangan ahli serta alat/dokumen bukti lain dapat memperkuat dalil pemohon, sehingga putusan MK berdasar pada alat bukti tersebut,” tambah Suhartoyo

 

Penyelenggaraan dan Pengawasan Pilkada

Selanjutnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari yang hadir menyampaikan mengenai “Sistem Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018”. Hasyim mengatakan bahwa daerah yang mengikuti Pilkada Serentak Tahun 2018 ini sebanyak 171 daerah, yang terdiri dari 17 provinsi, 115 kabupaten serta 39 kota dengan jumlah 569 pasangan calon, termasuk 12 pasangan calon tunggal. Provinsi yang mengikuti Pilkada Serentak Tahun 2018, diantaranya Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Lampung, Maluku, Maluku Utara, NTB, NTT, Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan serta Sumatera Utara. 

Lebih lanjut, Hasyim menambahkan bahwa norma baru dalam pilkada terkait syarat pencalonan dari partai politik merupakan diajukannya calon oleh parpol maupun gabungan parpol yang paling sedikit memperoleh 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu DPRD di daerah yang bersangkutan. Hal berbeda dengan Provinsi Aceh yang berdasarkan UU Otonomi Khusus mensyaratkan 15% baik kursi maupun perolehan suara sah.

Sementara itu, Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) Ratna Dewi Pettalolo yang juga hadir menyampaikan materi “Sistem Pengawasan Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018”. Ratna menyampaikan bahwa tugas Bawaslu sendiri telah diatur dalam Pasal 22B UU Nomor 10/2016 dan Pasal 93 huruf b UU Nomor 7/2017, yaitu melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu. “Tugas pencegahan tercantum dalam Pasal 94 ayat 1 UU 7/2017 yang berbunyi mengidentifikasi dan memetakan potensi kerawanan dan pelanggaran pemilu serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu,” jelas Ratna.

Ratna juga mengungkapkan bahwa sepanjang tahapan Pilkada Serentak 2017 terdapat pelanggaran sebanyak 1319 laporan dan 1028 temuan yang terbagi menjadi tiga kategori pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana serta pelanggaran kode etik. Bawaslu berharap Pilkada Serentak 2018 tidak ditemukan adanya pelanggaran seperti di tahun sebelumnya, meskipun masih ada beberapa daerah yang rawan melakukan pelanggaran tersebut.

Selain itu, para peserta mendapatkan materi tentang “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” yang disampaikan oleh Fajar Laksono Soeroso. Kemudian ada pula, materi “Mekanisme dan Tahapan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota” oleh Panitera MK Kasianur Sidauruk. Kemudian materi tentang “Teknik dan Praktik Penyusunan Permohonan Pemohon, Keterangan Pihak Terkait dan Jawaban Termohon dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota” serta materi “Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota”.

Sedangkan Wakil Ketua MK Anwar Usman menjelaskan kegiatan bimtek ini merupakan upaya wujud nyata MK dalam rangka penegakan nilai-nilai pancasila dan konstitusi. Para pasangan calon Pilkada Serentak 2018, menurut Anwar, merupakan calon pemimpin yang memiliki peran penting dalam agenda reformasi pemerintahan dan hukum nasional. 

Dalam sambutan yang dibacakan oleh Panitera MK Kasianur Sidauruk, Anwar menyebut hubungan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan beberapa penyelenggaraan pemilu, seperti KPU dan Bawaslu dianggap dekat. Terlebih muara penanganan perselisihan hasil penetapan KPU atas suatu pemilu berada di tangan MK. Meski begitu, antara lembaga satu sama lainnya tidak bisa saling mengintervensi. “KPU, Bawaslu, MK dekat karena sistem pemilu, tapi satu sama lain tidak boleh saling mempengaruhi, meskipun MK selaku pemutus terakhir hasil Pilkada," ujar Kasianur.

Anwar menambahkan ada beberapa tahapan terkait proses penyelesaian sengketa pemilu, sementara MK hanya menyelesaikan sengketa hasil saja. Jika penyelenggara pemilu, seperti KPU maupun Bawaslu yang bermasalah, maka dapat diselesaikan di DKPP. Namun, jika permasalahan tentang politik uang, para pihak dapat menyelesaikan di Gakkumdu, dan permasalahan mengenai pencalonan harus diselesaikan di PTUN.

Lebih lanjut, Anwar berpesan kalaupun nanti ada perselisihan hasil pemilihan kepala daerah itu bisa diselesaikan secara bermartabat di Mahkamah Konstitusi yang memang betul-betul dilakukan secara profesional dan menjunjung tinggi NKRI.